Lp3kn.or.id, – IBU Kota Jakarta identik dengan Monumen Nasional (Monas). Bangunan berbentuk lingga dan yoni itu terletak di pusat kota, Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat.
Banyak orang mungkin mengira bahwa monumen peringatan setinggi 132 meter itu merupakan maskot Jakarta. Namun, siapa sangka lambang sesungguhnya Ibu Kota Negara Republik Indonesia ini bukanlah Monas, melainkan elang bondol (Haliastur indus) dan salak condet (Salacca zalacca).
Hal ini tertuang dalam Keputusan Gubernur Nomor 1796 Tahun 1989 tentang Penetapan Salak Condet dan Burung Elang Bondol Sebagai Identitas/Maskot DKI Jakarta. Dokumen tersebut ditandatangani oleh Gubernur Wiyogo Admodarminto.
Bila berkunjung ke Jakarta, khususnya ke kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan patung elang bondol tengah mencengkram salak condet. Atau ketika menunggu bus Trans Jakarta, Anda akan melihat maskot tersebut tertempel di body samping transportasi publik itu.
Ikon Pesparani
Mulai 27 Oktober hingga 1 November 2023, umat Katolik se-Indonesia akan menggelar Pesta Paduan Suara Gerejani (Pesparani) Katolik. Provinsi DKI Jakarta menjadi tuan rumah untuk gelaran akbar ketiga yang berlangsung tiap tiga tahun sekali itu.
Ketua Umum Panitia Pelaksana Pesparani III, Sebastian Salang, mengungkapkan, elang bondol yang merupakan satwa endemik sekaligus maskot Jakarta akan menjadi lambang Pesparani ketiga ini.
“Elang bondol menjadi inspirasi sekaligus ikon Pesparani tiga ini,” ujar Sebas, saat ditemui di Sekretariat Pesparani, Menteng, Jakarta Pusat, Senin, 4/9/2023.
Menurut Sebas, elang bondol saban tahun selalu datang dan hinggap di Jakarta, kendati habitatnya nyaris hilang dan berganti dengan bangunan benton menjulang. Elang bondol, lanjut Sebas, tetap setia hadir dan mewarnai pemandangan Kota Jakarta kendati nyawanya menjadi taruhan.
“Meskipun di mana-mana habitat ekosistemnya sudah rusak, tapi burung itu tetap bertarung meskipun nyawa menjadi taruhannya. Meskipun burung tersebut berada dalam himpitan kekejaman manusia, di tengah tantangan kemajuan yang luar biasa, burung ini (elang bondol) tetap setia menunjukkan dirinya bahwa ia masih ada,” bebernya.
Sumber Inspirasi
Keberanian, kesetiaan, dan perjuangan elang bondol itulah yang menurut Sebas menjadi sumber inspirasi dan menjadikan elang bondol sebagai maskot Pesparani 3.
Keutamaan hidup yang dimiliki oleh satwa itu pula yang bagi Sebas juga harus dimiliki oleh segenap umat Katolik sebagai bagian warga negara Republik Indonesia.
“Persatuan dan kesatuan Indonesia, keberagaman, Pancasila, dan Undang-Undang Dasar 1945 harus diperjuangkan agar tetap lestari. Itu semua untuk membentengi kehidupan kebangsaan agar persaudaran kita sebagai satu bangsa tetap terawat,” pesannya.
Sebas tak menampik ancaman bahkan upaya memecah belah persatuan bangsa masih terjadi sampai saat ini, seperti aksi teror, radikalisme, dan konflik horisontal. Upaya menangkal serangan itu semua diakuinya memang tak mudah. Tak ada cara lain, hanya kesetiaan menjaga dan merawat keberagaman dan persatuan memampukan semua anak bangsa bisa hidup bersama.
“Karena itu, menurut kami, cerita elang bondol ini menjadi inspirasi,” harap Sebas.
Simbol Kehidupan
Pada acara pembukaan Pesparani nanti, beber Sebas, panitia akan menampilkan elang bondol. Maskot Pesparani itu digambarkan terbang lalu menyerahkan telur kepada presiden sebagai pemimpin bangsa ini.
Menurut Sebas, telur merupakan simbol kehidupan. Namun, di sisi lain, telur ini begitu rapuh, bila jatuh akan pecah. Begitu juga kehidupan. Bila tak dirawat dan dijaga, kehidupan ini akan punah. Tapi, bila dijaga dan dirawat secara baik bakal menjadi sumber kehidupan baru dan melahirkan generasi baru.
“Kami titipkan kepada presiden untuk menjaga telur kebangsaan. Biarkan telur ini dirawat dan melahirkan kehidupan baru untuk meneruskan bangsa ini. Indonesia tidak boleh pecah, Indonesia tidak boleh berhenti, Indonesia tidak boleh tercerai-berai. Kita ini satu bangsa, kita ini satu saudara, dan kita harus tetap membangun kerukunan,” pungkas Sebas.
Yanuari Marwanto
Sumber: Pesparani3.com