Lp3kn.or.id, Jakarta – BULAN Oktober 2023, Provinsi DKI Jakarta kedatangan tamu dari berbagai provinsi untuk mengikuti ajang Pesta Paduan Suara Gerejani Katolik Nasional (Pesparani) ke-III. Ajang Pesparani adalah kesempatan menguatkan persaudaraan antar umat beragama. Gereja telah melakukan tiga kali pagelaran Pesparani ini. Maka Pesparani I-III, tidak sekadar menjadi acara orang Katolik Indonesia, tetapi sebuah perayaan bagi orang-orang beriman. Dalam Pesparani ini, moderasi beragama menguat.
Selalu pesan yang menguat dalam Pesparani ini adalah adalah sebuah kekayaan umat Katolik untuk menunjukkan diri sebagai bagian dari anak bangsa. Pesparani pada akhirnya kesempatan untuk menjelaskan keberpihakan Gereja di tengah bangsa adalah sebuah keputusan final. Berlandaskan semangat Pancasila sebagai way of life, umat Katolik diajak berpartisipasi mengembangkan bangsa dan negara. Kesadaran ini membuat orang Katolik melihat Pesparani tidak lagi sebagai event Gereja Katolik semata, tetapi sebuah perjumpaan yang menggembirakan antar warga negara.
Di Pesparani I dan II, panitia berasal dari agama lain yaitu Ketua Panitia Pesparani I beragama Protestan dan Ketua Panitia Pesparani II beragama Islam. Meski pada Pesparani III ini ketua panitia orang Katolik, tetapi masih ada satu tarikan nafas persaudaraan. Panitia menggandeng berbagai even organizer atau pihak lain yang beragama non-Katolik. Dalam berbagai pertemuan, pihak-pihak non-Katolik akhirnya mengetahui bagaimana keterbukaan Gereja kepada umat beragama lain. Sebaliknya dari pihak Gereja menganggap segala yang baik dan benar yang diajarkan oleh agama lain, sebagai persiapan bagi Injil yang menerangi semua orang. Sebab kita semua berasal dari awal yang sama dan akan berakhir ke tujuan yang sama yaitu Allah. Oleh karena itu, Gereja mengakui bahwa agama-agama lain pun mencari Allah sebab Allah yang telah memberikan nafas kehidupan kepada semua orang.

Karena Pesparani adalah menyanyikan lagu persaudaraan, maka hendaknya tidak ada istilah minoritas dan mayoritas. Mengacu pada semangat persatuan dan spirit kebangsaan, hendaknya orang Kristen adalah juga bagian dari anak bangsa. Tidak ada primordialisme terhadap agama, suku, atau budaya dan bahasa tertentu. Semua orang adalah sama di mata Tuhan, memiliki hak dan kewajiban yang sama membangun bangsa.
Dalam Pesparani nanti penekanan pada nyanyian liturgi. Betul bahwa nyanyian yang indah itu harus keluar dari hati yang penuh damai, hati yang terbuka pada semangat persaudaraan. Lomba nyanyi dengan melodi yang indah adalah harmonisasi yang menyatukan.
Secara sosiologis, berbagai perbedaan bisa menyatukan atau memisahkan satu dengan yang lain. Benedict Anderson, Indonesianis asal Irlandia, mengatakan tentang Imagined Community bahwa kesatuan suatu bangsa tak sekadar disatukan secara fisik, tetapi juga ikatan tak terlihat. Sayangnya, persatuan Indonesia yang dibangun atas dasar rasa senasib-sepenanggungan itu bisa saja hilang oleh karena orang menghidupi paham keagamaan yang kaku, yang membuatnya membayangkan bahwa dirinya tak mungkin bersatu dengan orang dari agama lain, meski berasal dari bangsa yang sama. Padahal, agama di Indonesia selalu dipahami sebagai salah satu unsur yang menguatkan persaudaraan. Dalam konteks ini kita memahami apa artinya 100 persen Katolik 100 persen Indonesia yang digaungkan Mgr. Soegijapranata. Kekatolikan kita tidak pernah berlawanan dengan keindonesiaan. Dalam bahasa sederhana, kekatolikan kita perlu mendukung upaya menjadi warga negara yang baik.
Sebagai orang Katolik kita tidak juga harus banyak berbangga karena keterlibatan kita membangun bangsa. Pesparani adalah satu dari sekian usaha kita memperkenalkan diri sebagai orang Katolik di tengah bangsa. Ada banyak cara untuk merawat harkat dan martabat anak bangsa. Maka perlu kobalorasi antar lembaga baik pemerintah maupun Gereja agar terciptanya anak-anak bangsa yang toleran dan memiliki energi positif yang bisa mempengaruhi orang lain. Rasa bangga sebagai orang Katolik itu penting, tetapi ingat orang Katolik pun terlibat dalam kerusakan cara hidup bersama di negeri ini. Mungkin cara kita bermasyarakat lebih suka menjadi ghetto dan tidak terlibat di tengah hidup bermasyarakat. Mungkin di tempat lain kita lebih suka menjadi sinterklas yang bertindak sebagai orang kaya dan dalam arti tertentu “merendahkan orang miskin”. Kesadaran ini adalah sebuah undangan untuk mengusahakan keterlibatan dalam menyukseskan Pesparani Katolik Nasional ke-III pada Oktober mendatang.
Kita berharap semoga lewat Pesparani ini, mental minder sebagai minoritas sama sekali tidak tampak. Umat tegar dan berani menyatakan kekatolikannya. Termasuk dalam hal ini panitia juga tidak saling “menggores dan “menggoreng”. Tidak ada mental “bos” dan anak buah dalam menyukseskan Pesparani III ini. Harus kerja kolaboratif antara LP3KN, LP3K DKI Jakarta, dan panitia. Dengan aksi kolaboratif ini estafet pesan Pesparani sebagai ajang perjumpaan orang bersaudara semakin tampak.
Kita perlu menyadari bahwa kehadiran umat Katolik di tengah hidup bersama di Indonesia ini semakin penting untuk digaungkan lagi. Pesparani adalah salah satu langkah strategis untuk menyatakan visi masyarakat Katolik ini.
Yustinus Hendro Wuarmanuk, (Humas LP3KN)